apa beda hgb dan strata tittle ? Memiliki tempat tinggal adalah salah satu impian dari semua orang, terutama yang sudah berkeluarga.
Di Indonesia, untuk memiliki satu bangunan tempat tinggal tidak cukup hanya membeli rumah atau bangunan saja dan habis perkara.
ada beberapa hal yang patut dipunyai juga, seperti Hak Guna Bangun (HGB), Sertifikat Hak Milik (SHM) atau juga bagi yang membeli ruangan dalam satu gedung bertingkat atau apartemen, maka harus memiliki Strata Title.
Hak Guna Bangun (HGB)
Dalam aturan yang tertera di Pasal 35 – 40 Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan istilah UUPA.
apa yang dimaksud HGB atau Hak Guna Bangun adalah suatu hak untuk mendirikan dan menggunakan atau memiliki bangunan di atas tanah yang bukan merupakan miliknya dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Lama kepemilikan bangunan selama 30 tahun di atas tanah yang bukan menjadi milik sendiri tersebut masih dapat diperpanjang lagi sampai dengan jangka waktu maksimal, yaitu 20 tahun.
Jika jangka waktu 30 ditambah 20 tahun terlampaui, maka pemilik hak guna dapat mengajukan permohonan perpanjangan baru yang wajib diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum batas waktu terakhir.
Tertera juga di dalam undang-undang tersebut, segala bentuk tanah yang memiliki status selain girik dan belum memiliki sertifikat, maka akan diberikan HGB.
Tanah-tanah tersebut, antara lain tanah pekarangan, tanah sewa, kotapraja, tegalan sampai dengan tanah kaviling milik suatu instansi yang berfungsi untuk digunakan para karyawan atau pegawai.
Walaupun dalam persyaratan, pemilik sertifikat HGB tidak diperbolehkan untuk memperjual belikan agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari, namun hal tersebut masih dapat dilakukan jika merunut beberapa syarat berikut.
Dan satu hal yang wajib dipahami adalah semua proses di atas wajib diketahui dan mendapatkan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik.
Hak Guna Bangunan dapat dinyatakan hangus atau terhapus, jika:
Secara umum, istilah Strata Tittle ini tidak dikenal dalam perundang-undangan agraria atau juga peraturan yang berlaku di Indonesia.
namun tetap dapat digunakan di Tanah Air karena memiliki definisi dan fungsi sama seperti Rumah Susun yang dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Dalam undang-undang tersebut, rumah susun adalah bangunan atau tempat tinggal yang memiliki perbedaan lantai atau bertingkat atau vertikal yang dalam istilah lain dikenal dengan nama strata.
Untuk jenis bangunan yang masuk dalam kategori strata antara lain, rumah susun, apartemen, condominium, flat atau juga ruko dan kios komersil yang tidak dimiliki oleh pemerintah.
Maka, apa yang dimaksud Strata Title adalah suatu hak kepemilikan atas sebuah ruangan dalam suatu bangunan bertingkat atau yang masuk kategori kompleks.
seperti rumah susun atau apartemen, yang tidak terikat peraturan yang ditetapkan oleh pemilik tanah atau bangunan yang di dalamnya terdapat ruangan tersebut.
Dikatakan tidak terikat peraturan karena ketika sang pemilik berada di dalam ruangan yang dimilikinya, maka dia bebas akan ruangan tersebut.
karena sudah menjadi hak miliknya, namun ketika berada di ruangan publik, maka sang pemilik akan kembali terikat dengan peraturan yang ditetapkan.
Walaupun dikatakan hanya memiliki hak kepemilikan atas ruangan yang berada di dalam sebuah rumah susun atau apartemen, namun sang pemegang hak juga mempunyai hak atas bagian, benda atau juga tanah di mana bangunan yang di dalamnya terdapat ruangan yang dibelinya itu secara proporsional.
Contohnya, jika suatu rumah susun atau apartemen didirikan di atas tanah seluas 100 m² dan memiliki 100 unit, maka sang pemilik sertifikat Strata Title mempunyai tanah berukuran satu meter persegi.
Untuk pengurusan kepemilikan sertifikat Strata Tittle, maka seseorang wajib memiliki bukti yang diterbitkan oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang di dalamnya akan dijelaskan mengenai beberapa hal, seperti keterangan terkait letak bangunan, luasnya sampai dengan jenis hak tanah yang digunakan.
Selain itu, saat membeli sebuah ruangan di suatu apartemen, maka akan ada surat perjanjian atau kesepakatan yang dinamakan Perjanjian Pengikatan Jual beli (PPJB) yang dilakukan oleh pembeli dengan developer.
Dalam proses pembayaran atau pelunasan, maka pihak yang akan hadir antara lain:
Adapun dokumen penting yang wajib ditandatangani dalam proses pembelian, adalah:
Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT yang pada umumnya sudah ditentukan oleh pihak bank sebagai pemilik sumber dana awal dan ditandatangani oleh penjual serta pembeli.
Setelah Akte Jual Beli selesai ditandatangani, selanjutnya akan didaftarkan ke BPN disertai dengan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM-SRS).
Kemudian, BPN akan mencoret nama developer sebagai pemilik SHM-SRS sebelumnya dan menggantinya dengan nama sang pembeli (balik nama).
masyarakat heboh…agung podomoro keluarkan rumah murah hanya 200jutaan
Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atau dokumen pemberian kuasa dari pembeli kepada pihak bank untuk meletakkan jaminan atas SHM-SRS yang telah dibalik nama.
Jika pembelian ruangan dilakukan secara kredit, maka setelah Akta Jual Beli yang telah dibaliknamakan selesai dibuat, maka pihak bank akan menyimpannya sebagai jaminan dan baru akan diberikan ketika sang pembeli melunasi tanggungan.
Namun perlu diingat bahwa Strata Tittle tidak memiliki kekuatan hukum yang sama seperti hak milik.
karena hak milik mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan Strata Tittle memiliki durasi dan wajib diperpanjang sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Secara umum memang terlihat sama, namun pada dasarnya HGB dan Strata Tittle memiliki perbedaan. Lantas, apa beda HGB dan Strata Tittle?
Seseorang yang memiliki sertifikat HGB dapat menempati, menggunakan sampai dengan menambah atau merombak bangunan yang ditempati atau digunakannya, meliputi bagian dalam rumah sampai dengan pekarangan.
Sedangkan Strata Tittle hanyalah hak kepemilikan atas satu ruangan yang dibeli saja dan tidak meliputi ruang publik lain.
Perbedaan kedua adalah pemilik sertifikat HGB wajib mentaati peraturan dan segala ketentuan yang diberlakukan dan diputuskan oleh pemilik sertifikat SHM.
sedangkan bagi pemilik sertifikat Strata Tittle tidak wajib menuruti peraturan yang dibuat dan diberlakukan oleh pemilik apartemen/rumah susun, bank atau developer atas ruangan yang ditinggalinya (jika statusnya sudah lunas).
Pemilik sertifikast Strata Tittle hanya berhak mematuhi peraturan di luar batas unit yang dibelinya saja.
Perpanjangan untuk kepemilikan HGB atas rumah atau bangunan yang berdiri sendiri secara jelas harus dilakukan ketika masa penggunaannya berakhir dalam durasi pertama selama 30 tahun dan dapat ditambah lagi menjadi 20 tahun.
Hal ini disebabkan sang pemilik sertifikast HGB tidak memiliki hak apapun atas tanah yang di atasnya berdiri bangunan yang didiami atau digunakan.
Lantas, bagaimana dengan pemilik sertifikat Strata Tittle yang status unitnya telah lunas dibayarkan?
Apakah tidak perlu lagi membayar atau melakukan perpanjangan karena sudah menjadi milik sendiri?
Pemilik unit di sebuah apartemen atau rumah susun yang statusnya telah lunas dan memiliki sertifikat Strata Tittle tetap wajib melakukan perpanjangan.
Apalagi, hampir semua apartemen, rusun atau sejenisnya yang bersifat bertingkat di Indonesia , SHM-nya dimiliki oleh negara.
maka rata-rata developer atau pemilik dari bangunan tersebut menggunakan HGB Murni sebagai status kepemilikan.
jarang ada yang menggunakan HGB HPL atau pengelolaan, apalagi HGB Hak Milik).
setelah membaca artikel ini semoga pembaca telah mengerti Apa Beda HGB dan Strata Tittle untuk itu.
jika tidak ingin terusir walaupun sudah memiliki sertifikat Strata Tittle, pemilik sertifikat harus melakukan perpanjangan sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan.
itulah Apa Beda HGB dan Strata Tittle
Baca juga :
cara membuat IMB baik yang akan membangun atau yg sudah dibangun
macam-macam surat kepemilikan tanah dan pengertiannya
Leave a Comment